Profesi Guru Masih Abu-abu
Tidak semua orang bias menjadi guru. Guru adalah sebuah profesi, sebagaimana profesi lainnya merujuk pada pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan. Suatu profesi tidak bisa di lakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih atau dipersiapkan untuk itu. Acuan normatif ini ditindaklanjuti dengan UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Profesi kependidikan atau keguruan dapat disebut sebagai profesi yang sedang tumbuh (emerging profession) yang tingkat kematangannya belum sampai pada apa yang telah dicapai oleh profesi-profesi tua (old profession) seperti: kedokteran, hukum, notaris, farmakologi, dan arsitektur. Selama ini, di Indonesia, seorang sarjana pendidikan atau sarjana lainnya yang bertugas di institusi pendidikan dapat mengajar mata pelajaran apa saja, sesuai kebutuhan/kekosongan/kekurangan guru mata pelajaran di sekolah itu, cukup dengan "surat tugas" dari kepala sekolah.
Hal inilah yang merupakan salah satu penyebab lemahnya profesi guru di Indonesia. Adapun kelemahan-kelemahan lainnya yang terdapat dalam profesi keguruan di Indonesia, antara lain berupa: (1) Masih rendahnya kualifikasi pendidikan guru dan tenaga kependidikan; (2) Sistem pendidikan dan tenaga kependidikan yang belum terpadu; (3) Organisasi profesi yang rapuh; serta (4) Sistem imbalan dan penghargaan yang kurang memadai.
Payung Hukum Profesi Guru akhirnya, memunyai sebuah undang-undang (UU) mengenai profesi guru. Konsekuensi logisnya, para guru tersebut harus melanjutkan studi ke jenjang S-1/D-IV supaya memenuhi kualifikasi akademis. Selanjutnya, sebagai tenaga profesional, guru membutuhkan pengakuan berupa bukti formal yang berbentuk sertifikat pendidik. Sertifikasi guru ini dikeluarkan oleh Perguruan Tinggi (PT) yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah. PT yang dimaksud adalah LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) baik eks-IKIP, STKIP maupun FKIP di universitas-universitas.
Sebelumnya, PPG telah diberlakukan di Cina. Di Indonesia program ini baru akan digulirkan. Selam mengikuti PPG guru-guru akan di”asramakan” agar secara penuh guru dapat dimonitoring. Beasiswa juga akan digulirkan yang bertujuan sebagai peluang guru untuk lebih baik dan mendorong guru dialokasikan ke daerah guna meretribusi daerah yang kekurangan guru dan mendapat guru yang terbaik kualitasnya dengan intake yang baik. “Dengan begitu akan banyak kompetisi, yang dijaga adalah agar jumlah guru yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan lapangan. Pemerataan guru ini dilakukan dengan pola sistemik.,” ujar rektor Unesa Prof. Dr. Muchlas Samani, M.Pd.
Direktur Ketenagakerjaan ini juga menambahkan bahwa saat ini, Indonesia membutuhkan 50.000 guru pertahun. Guru masa depan, jenjang pendidikannya adalah S-1 ditambah PPG selama satu tahun. Kriteria PPG diperlukan guna memfilter calon guru yang akan masuk PPG. Guru tidak hanya pandai orangnya tetapi juga berperilaku yang bagus dan berpakaian yang sopan, sehingga jumlah mahasiswa yang masuk PPG dijaga betul. Pada 2010 merupakan tahun terakhir bagi mahasiswa baru yang akan lulus pada 2014 dengan memeroleh kurikulum model lama (lulus bias jadi guru-red).
Butuh strategi yang cantik untuk menyiasati hal itu, sehingga pada 2018 lulusan Unesa sudah ber-PPG. “Didesain kami, masih dimungkinkan guru baru tanpa PPG pada 2014, tetapi pada 2018 guru wajib PPG. Unesa akan menjadi kurir menuju perubahan tersebut untuk menghasilkan guru yang baik, bagi jenis dan tujuan yang tepat,” tekas pimpinan Unesa ini. Inovasi-inovasi pembelajaran terus dikembangkan untuk dididikkan kepada calon guru sehingga mendapat ilmu dan inovasi yang mutahir dari masalah-masalah yang diperoleh dari lapangan.
Sejauh ini, permasalahan yang perlu dibenahi adalah pembenahan perubahan paradigma dengan mengubah mainshet yang cenderung pada teaching paradigm. Paradigma ini yang akan digeser dengan learning paradigm. Cara merubah paradigma dilakukan dnegan mengolah dan mendorong arang-orang muda untuk membangun critical mess. Orang-orang yang memunyai eagerness tinggi didorong lebih dulu dengan cara brainstorming dan pemberian wacana dan teknik modelling dengan menggelindingkan gagasan-gagasan melalui workshop. Guru akan lebih banyak berperan sebagai coach dan motivator yang harus menguasai dan mempunyai bekal yang cukup bagi peserta didik. Sebanyak 60% mutu pendidikan ditentukan oleh guru. Bagus tidaknya guru ditentukan oleh dosen yang didukung oleh adanya komitmen dan kompetensi. Guru diharapkan mampu mendidik berkarakter. Jika dimulai sekarang, baru sepuluh tahun kemudian akan kelihatan hasilnya. (Wahyu Nurul Hidayati).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar