FIS Diskusi Sehari Bersama Hayashi Eichi (Ph.D Candidate Keio University, Jepang)
Diskusi sehari dilaksanakan di gedung I-6 FIS Unesa (27/5) menghadirkan Hayashi Eichi kandidat doktor dari Universitas Keio, Jepang. Tema yang diusung adalah Perspektif Baru Sejarah Hubungan Indonesia-Jepang: Studi Kasus Naturalisasi Orang Jepang di Indonesia. Peneliti muda terbaik versi JASSO (Japan Student Services Organization) ini mengupas banyak hal tentang keberadaan orang Jepang di Indonesia yang tidak kembali setelah kalah dalam perang dunia II. “Selama ini masyarakat Indonesia masih menyikapi eksistensi Jepang dari sisi negatifnya saja sebagai penjajah yang sulit dihapuskan. tanpa memerhatikan sudut yang lain.
Oleh karena itu dalam dua buku karyanya dalam dua tahun terakhir ini, Hayashi, yang juga bekerja sebagai tenaga peneliti di The Japan Society for the promotion of Science (JSPS) atau semacam LIPInya Indonesia, mencoba menghadirkan perspektif baru melihat sejarah hubungan Indonesia-Jepang dari kacamata sejarah sosial, yakni menggali sejarah dengan mengangkat peran rakyat biasa.. Ide ini berawal dari hobinya meneliti hingga membawanya ke Indonesia. Dari beberapa proses heuristik yaitu pencaian sumber-sumber sejarah terutama sumber primer, maka dia bertemu dengan orang yang bernama Rahmat yang yang dijadikan sumber primer secara utuh. “Rahmat yang memiliki nama Jepang Ono Sakari merupakan pelaku sekaligus saksi sejarah yang berperan sebagai tentara yang turut serta berjuang untuk kemerdekaan Indonesia pada masa antara tahun 1945-1949,” papar calon doktor muda kelahiran 1984 itu.
Sumber-sumber sezaman yang berupa diary dan wawancara menjadi pendukung utama buku Hayashi yang berjudul “Pasukan Jepang di Jawa Timur: Tiga Komandan Bekas Tentara Jepang di Indonesia” dan “Bekas Tentara Jepang yang Tidak Kembali: Catatan tentang Orang Jepang yang tidak kembali. Dalam versi Jepang buku tersebut berjudul “Toubu Jawa no Nihonjin Butai (Japanese Troops in East Java)” dan “Zanryuu Nihon-hei no Shinjitsu (The True Story of a Japanese Soldier Who Stayed Behind)”. Kedua buku tersebut ditulis dalam bahasa Jepang dan tentusaja menggunakan huruf kanji, yang bagi orang Indonesia sulit untuk memahaminya. “Saat ini sedang diupayakan untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia,” terang Nasution, Ph.D selaku pemandu dalam kegiatan tersebut.
“Melalui buku ini saya mencoba menuliskan sejarah dari bawah yang benar-benar asli, bukan pandangan politik pemerintah yang selama ini ada. Penulisan dari bawah tersebut saya peroleh dari wawancara dengan pelaku sejarah,” tambah mahasiswa Universitas Keio yang berhasil mendapatkan penghargaan dari Rektor di universitas tempat ia belajar (President Award) tahun 2006 dengan logat bahasa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar